13 Juli 2021

Aksara Wyanjana

꧁ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤ꧂

adalah aksara konsonan dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/. Sebagai salah satu aksara turunan Brahmi, aksara Jawa pada awalnya memiliki 33 aksara wyanjana untuk menuliskan 33 bunyi konsonan yang digunakan dalam bahasa Sanskerta dan Kawi. 

ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤꦴꦝꦭꦃꦄꦏ꧀ꦱꦫ
ꦏꦺꦴꦤ꧀ꦱꦺꦴꦤꦤ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦥ꦳ꦺꦴꦏꦭꦶ
ꦤ꧀ꦲꦺꦉꦤ ꧌ a ꧍ ꦄꦠꦻꦴ ꧌ ɔ ꧍꧉
ꦱꦼꦧꦒꦻꦱꦭꦃꦱꦠꦸꦄꦏ꧀ꦱꦫꦠꦸꦫꦸ
ꦤꦤ꧀‍ꦧꦿꦲ꧀ꦩꦶ꧈ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦥꦝꦴꦮꦭ꧀‍ꦚ
ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧇꧓꧓꧇ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤ

Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:

Aksara Wyanjana (deret kuno)
Tempat pelafalanSemivokalSibilanCelah
NirsuaraBersuaraSengau
Tidak TeraspirasiTeraspirasiTidak TeraspirasiTeraspirasi
VelarNglegena ka.png

ka
Uniform height Murda ka.png

kha
Nglegena ga.png

ga
Uniform height Murda ga.png

gha
 

ṅa
 

ha/a
PalatalNglegena ca.png

ca
Uniform height Murda ca.png

cha
Nglegena ja.png

ja
Mahaprana ja.png

jha
 

ña
 

ya
 

śa
RetrofleksNglegena tha.png

ṭa
Uniform height Mahaprana tha.png

ṭha
Uniform height Murda da.png

ḍa
Uniform height Mahaprana dha.png

ḍha
 

ṇa
 

ra
 

ṣa
DentalNglegena ta.png

ta
Uniform height Murda ta.png

tha
Nglegena da.png

da
Nglegena dha.png

dha
 

na
 

la
 

sa
LabialNglegena pa.png

pa
Uniform height Murda pa.png

pha
Nglegena ba.png

ba
Uniform height Murda ba.png

bha
 

ma
 

wa
Catatan
/ŋa/ sebagaimana nga dalam kata "mengalah"
/ɲa/ sebagaimana nya dalam kata "menyanyi"
/ʈa/ sebagaimana tha dalam kata bahasa Jawa "kathah"
/ɖa/ sebagaimana dha dalam kata bahasa Jawa "padha"
berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ dalam bahasa Kawi

Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:

/ɕa/ mendekati pengucapan sya dalam kata "syarat"

Dalam perkembangannya, bahasa Jawa modern tidak lagi menggunakan keseluruhan aksara wyanjana dalam deret Sanskerta - Kawi. Aksara Jawa modern hanya menggunakan 20 bunyi konsonan dan 20 aksara dasar yang kemudian disebut sebagai aksara nglegena (ꦄꦏ꧀ꦰꦫꦔ꧀ꦭꦼꦒꦼꦤ). 

Sebagian aksara yang tersisa kemudian dialihfungsikan sebagai aksara murda (ꦄꦏ꧀ꦰꦫꦩꦸꦂꦢ) untuk menuliskan gelar dan nama yang dihormati, baik nama tokoh legenda (misal Bima ditulis ꦨꦶꦩ) maupun nyata (misal Pakubuwana ditulis ꦦꦑꦸꦨꦸꦮꦟ).

Dari 20 aksara nglegena, hanya 9 aksara yang mempunyai bentuk murda, oleh karena itu penggunaan murda tidak identik dengan penggunaan huruf kapital di dalam ejaan Latin apabila suku kata pertama suatu nama tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata kedua yang menggunakan murda.

Apabila suku kata kedua juga tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata ketiga yang menggunakan murda, begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan murda apabila memungkinkan.

Dalam penulisan tradisional, penerapan murda tidaklah selalu konsisten dan pada dasarnya bersifat pilihan, sehingga nama seperti Gani dapat dieja ꦒꦤꦶ (tanpa murda), ꦓꦤꦶ (dengan murda di awal), atau ꦓꦟꦶ (seluruhnya menggunakan murda) tergantung dari latar belakang dan konteks penulisan yang bersangkutan.

Sisa aksara yang tidak termasuk nglegena maupun murda adalah aksara mahaprana. Aksara mahaprana tidak memiliki fungsi dalam penulisan Jawa modern dan hanya digunakan dalam penulisan bahasa Sanskerta - Kawi.

Sumber Wikipedia

ꦏꦺꦴꦩꦺꦤ꧀ꦠꦂ :

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda